Minggu, 02 November 2014

Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ekonomi Rakyat

Dalam mengejar ketertinggalan pembangunan, khususnya di sektor ekonomi, strategi dan kebijakan pembangunan Indonesia di masa lalu diarahkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan setinggi-tingginya. Caranya dengan memberi perhatian khusus pada laju tabungan dan investasi, modal, dan teknologi guna meningkatkan skala ekonomi. Asumsinya, langkah terbaik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dengan mendorong industrialisasi dan ekspansi sektor modern. Dengan asumsi keuntungan yang diperoleh akan dengan sendirinya menetes ke bawah (trickle down effect) ke semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan lebih di prioritaskan pada peningkatan skala ekonomi daripada pemerataan hasil-hasilnya.

Keadaan ini pada praktiknya membuat partisipasi masyarakat menjadi rendah. Kemudian, terbentuk peluang tercerabutnya (uprooted) masyarakat dari lingkaran pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, dengan sendirinya pembangunan tidak mencapai sasaran yang diharapkan. Konsekuensi lainnya, terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin melebar, termasuk ketimpangan dan kesenjangan antardaerah, antarsektor, antarkota, antargolongan. Keadaan ini jika tidak dapat diantisipasi dengan baik akan menjadi bumerang keberlangsungan pembangunan pada masa-masa yang akan datang.

Berangkat dari pertimbangan tadi dan kesadaran pada keniscayaan globalisasi ekonomi dan perdagangan, dalam era reformasi ini sudah selayaknya pendekatan strategi dan kebijakan pembangunannya diubah. Alternatif pendekatan itu, antara lain berupa pendekatan keunggulan kompetitif-integratif. Sebuah istilah yang berbeda dari pendekatan keunggulan komparatif-segregatif. Adapun ciri pendekatan alternatif ini adalah penekanan yang lebih besar pada upaya pencapaian pemerataan untuk pertumbuhan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk penguasaan iptek yang bermuara pada nilai tambah produk ekonomi.

Melalui pendekatan ini diharapkan, secara bertahap tapi pasti, akan semakin meningkatkan daya tahan dan daya saing nasional karena kuatnya ekonomi rakyat yang menopangnya. Di samping itu, diharapkan pula mendorong partisipasi aktif masyarakat sehingga mereka dapat memenuhi sendiri kebutuhan mereka dan pasar. Dengan demikian, pembangunan berbasis masyarakat (community-based development) dengan prinsip pertumbuhan berkelanjutan dan mandiri (self-propelling growth) merupakan pilihan kebijakan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Model pembangunan yang berbasis pada masyarakat sebagai intinya merupakan model pemberdayaan masyarakat yang berangkat pada partisipasi dan kekuatan masyarakat untuk kesejahteraan mereka. Model pendekatan semacam ini sejalan dan sebangun dengan agenda besar reformasi jika dikaitkan dengan prinsip pertumbuhan berkelanjutan dan mandiri (self-propelling growth). Dalam hal ini, pembangunan yang terjadi tetap berjalan di atas rel hukum ekonomi dalam membangun kemandirian komunitas dan tetap dapat dilanjutkan secara ekonomi, sosial, maupun ekologi dengan cara mempertemukan kepentingan berbagai elemen pembangunan yang ada.

Adapun ciri-ciri pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan berkelanjutan dan mandiri itu senantiasa berupaya mengentaskan kemiskinan sebagai salah satu agenda utamanya. Agenda ini diyakini akan berhasil jika diikuti oleh upaya persuasif dalam bentuk mempromosikaninisiatif masyarakat setempat sekaligus mengembangkan sumberdaya dan kapasitas mereka. Caranya, dengan menggunakan multilevel dan multisektoral melalui kerjasama dengan berbagai pelaku pembangunan di berbagai tingkat sambil mengutamakan prinsip keberlanjutan proses yang dimasud.

Ciri lainnya adalah pengembangan SDM. Biar bagaimanapun, untuk mencaoai pembangunan ekonomi dalam pengertian pertumbuhan yang seiring dengan pemerataan, dituntut adanya kualitas SDM yang andal disamping partisipasi-aktif masyarakat secara luas. Dengan pengembangan SDM, berarti masyarakat ditempatkan sebagai penggerak utama pembangunan melalui peningkatan produktivitas mereka sekaligus menjadi sasaran penerima berbagai bentuk hasil pembangunan yang terus meningkat.

Melalui partisipasi-aktif itu, berarti masyarakat mendapat akses seluas mungkin untuk melakukan berbagai kegiatan produksi. Dalam skala mikro, misalnya di perusahaan, partisipasi itu dapat berarti diwujudkannya peran pekerja dalam menentukan arah perusahaan. Dalam lingkup masyarakat luas, partisipasi berarti keikutsertaan-aktif berbagai lapisan masyarakat untuk menentukan perkembangan masyarakat yang lebih luas bagi bangsanya. Dalam implementasinya, jika partisipasi dalam skala perusahaan menujukkan produktivitas dan hasil yang meningkat, partisipasi lebih luas dalam masyarakat dan bangsa akan mewujudkan pula pembangunan yang lebih baik, berkesinambungan untuk masa kini dan mendatang.

Melalui orientasi seperti ini, berarti pengembangan demokrasi ekonomi dan politik menjadi suatu agenda yang pelaksanaanya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Pada tahap awal ini, pelaksanaan demokrasi perlu lebih diarahkan pada bentuk yang kooperatif daripada bentuk yang bersifar konflik. Misalnya dalam hubungan industrial, perjuangan pekerja perlu diarahkan untuk menghasilkan pola kerjasama atau tawar-menawar yang seimbang demi keuntungan yang lebih besar bagi kedua belah pihak dan bukan keuntunagn bagi satu pihak dengan merugikan pihak lain.

Berbagai prasyarat tersebut akan membuat pembangunan kokoh pijakannya dan berkesinambungan dalam jangka panjang. Pembangunan tidak rentan pula terhadap berbagai goncangan dan andal dalam menghadapi berbagai persaingan global di masa yang akan datang. Dukungan dan partisipasi masyarakat yang demikian luas dan aktif telah menjadi pondasi ekonomi nasional yang tidak hanya sehat dan kuat di dalam negeri, tetapi dalam konteks global pula.



Ditulis dari buku
Judul               : Transformasi Ekonomi Rakyat
Pengarang       : Julius Bobo, SE, MM
Penerbit          : Cidesindo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar