Pembangunan
Berkelanjutan Berbasis Ekonomi Rakyat
Dalam mengejar ketertinggalan pembangunan,
khususnya di sektor ekonomi, strategi dan kebijakan pembangunan Indonesia di
masa lalu diarahkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan setinggi-tingginya.
Caranya dengan memberi perhatian khusus pada laju tabungan dan investasi,
modal, dan teknologi guna meningkatkan skala ekonomi. Asumsinya, langkah
terbaik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dengan mendorong
industrialisasi dan ekspansi sektor modern. Dengan asumsi keuntungan yang
diperoleh akan dengan sendirinya menetes ke bawah (trickle down effect) ke
semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan lebih di prioritaskan
pada peningkatan skala ekonomi daripada pemerataan hasil-hasilnya.
Keadaan ini pada praktiknya membuat partisipasi
masyarakat menjadi rendah. Kemudian, terbentuk peluang tercerabutnya (uprooted)
masyarakat dari lingkaran pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, dengan
sendirinya pembangunan tidak mencapai sasaran yang diharapkan. Konsekuensi
lainnya, terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin
melebar, termasuk ketimpangan dan kesenjangan antardaerah, antarsektor,
antarkota, antargolongan. Keadaan ini jika tidak dapat diantisipasi dengan baik
akan menjadi bumerang keberlangsungan pembangunan pada masa-masa yang akan
datang.
Berangkat dari pertimbangan tadi dan kesadaran
pada keniscayaan globalisasi ekonomi dan perdagangan, dalam era reformasi ini
sudah selayaknya pendekatan strategi dan kebijakan pembangunannya diubah.
Alternatif pendekatan itu, antara lain berupa pendekatan keunggulan
kompetitif-integratif. Sebuah istilah yang berbeda dari pendekatan keunggulan
komparatif-segregatif. Adapun ciri pendekatan alternatif ini adalah penekanan
yang lebih besar pada upaya pencapaian pemerataan untuk pertumbuhan,
peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk penguasaan iptek yang bermuara
pada nilai tambah produk ekonomi.
Melalui pendekatan ini diharapkan, secara
bertahap tapi pasti, akan semakin meningkatkan daya tahan dan daya saing
nasional karena kuatnya ekonomi rakyat yang menopangnya. Di samping itu,
diharapkan pula mendorong partisipasi aktif masyarakat sehingga mereka dapat
memenuhi sendiri kebutuhan mereka dan pasar. Dengan demikian, pembangunan
berbasis masyarakat (community-based development) dengan prinsip
pertumbuhan berkelanjutan dan mandiri (self-propelling growth) merupakan
pilihan kebijakan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Model pembangunan yang berbasis pada masyarakat
sebagai intinya merupakan model pemberdayaan masyarakat yang berangkat pada
partisipasi dan kekuatan masyarakat untuk kesejahteraan mereka. Model
pendekatan semacam ini sejalan dan sebangun dengan agenda besar reformasi jika
dikaitkan dengan prinsip pertumbuhan berkelanjutan dan mandiri (self-propelling
growth). Dalam hal ini, pembangunan yang terjadi tetap berjalan di atas rel
hukum ekonomi dalam membangun kemandirian komunitas dan tetap dapat dilanjutkan
secara ekonomi, sosial, maupun ekologi dengan cara mempertemukan kepentingan berbagai
elemen pembangunan yang ada.
Adapun ciri-ciri pembangunan yang bertumpu pada
pertumbuhan berkelanjutan dan mandiri itu senantiasa berupaya mengentaskan
kemiskinan sebagai salah satu agenda utamanya. Agenda ini diyakini akan
berhasil jika diikuti oleh upaya persuasif dalam bentuk mempromosikaninisiatif
masyarakat setempat sekaligus mengembangkan sumberdaya dan kapasitas mereka.
Caranya, dengan menggunakan multilevel dan multisektoral melalui kerjasama
dengan berbagai pelaku pembangunan di berbagai tingkat sambil mengutamakan
prinsip keberlanjutan proses yang dimasud.
Ciri lainnya adalah pengembangan SDM. Biar
bagaimanapun, untuk mencaoai pembangunan ekonomi dalam pengertian pertumbuhan
yang seiring dengan pemerataan, dituntut adanya kualitas SDM yang andal
disamping partisipasi-aktif masyarakat secara luas. Dengan pengembangan SDM,
berarti masyarakat ditempatkan sebagai penggerak utama pembangunan melalui
peningkatan produktivitas mereka sekaligus menjadi sasaran penerima berbagai
bentuk hasil pembangunan yang terus meningkat.
Melalui partisipasi-aktif itu, berarti masyarakat
mendapat akses seluas mungkin untuk melakukan berbagai kegiatan produksi. Dalam
skala mikro, misalnya di perusahaan, partisipasi itu dapat berarti
diwujudkannya peran pekerja dalam menentukan arah perusahaan. Dalam lingkup
masyarakat luas, partisipasi berarti keikutsertaan-aktif berbagai lapisan
masyarakat untuk menentukan perkembangan masyarakat yang lebih luas bagi
bangsanya. Dalam implementasinya, jika partisipasi dalam skala perusahaan
menujukkan produktivitas dan hasil yang meningkat, partisipasi lebih luas dalam
masyarakat dan bangsa akan mewujudkan pula pembangunan yang lebih baik,
berkesinambungan untuk masa kini dan mendatang.
Melalui orientasi seperti ini, berarti pengembangan
demokrasi ekonomi dan politik menjadi suatu agenda yang pelaksanaanya tidak
dapat ditawar-tawar lagi. Pada tahap awal ini, pelaksanaan demokrasi perlu
lebih diarahkan pada bentuk yang kooperatif daripada bentuk yang bersifar
konflik. Misalnya dalam hubungan industrial, perjuangan pekerja perlu diarahkan
untuk menghasilkan pola kerjasama atau tawar-menawar yang seimbang demi
keuntungan yang lebih besar bagi kedua belah pihak dan bukan keuntunagn bagi
satu pihak dengan merugikan pihak lain.
Berbagai prasyarat tersebut akan membuat
pembangunan kokoh pijakannya dan berkesinambungan dalam jangka panjang.
Pembangunan tidak rentan pula terhadap berbagai goncangan dan andal dalam
menghadapi berbagai persaingan global di masa yang akan datang. Dukungan dan
partisipasi masyarakat yang demikian luas dan aktif telah menjadi pondasi
ekonomi nasional yang tidak hanya sehat dan kuat di dalam negeri, tetapi dalam
konteks global pula.
Ditulis dari buku
Judul : Transformasi Ekonomi Rakyat
Pengarang : Julius Bobo, SE, MM
Penerbit : Cidesindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar