Senin, 30 Maret 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA





BAB I
SISTEM EKONOMI INDONESIA

A. PENGERTIAN SISTEM
Sistem adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subyek dan obyek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.
Suatu sistem perlu memiliki ciri sebagai berikut (suroso,1993):
  • Setiap sistem memiliki tujuan
  • Mempunyai batas yang memisahkan dari lingkungan
  • Sistem bersifat terbuka
  • Suatu sistem dapat terdiri dari beberapa subsistem yang biasa juga disebut dengan bagian,unsur,atau komponen
  • Terdapat saling hubungan dengan saling ketergantungan baik didalam sistem itu sendiri,maupun antara sistem dengan lingkungannya.
  • Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran
  • Di dalam setiap sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan tersedianya umpan balik
  • Sistem mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau keadaan secara otomatik

B. SISTEM EKONOMI DAN SISTEM POLITIK
Sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur aktivitas pertukaran barang dan jasa serta kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mencapai kemakmuran.

Sistem ekonomi dapat berfungsi sebagai :
  • Sarana pendorong untuk melakukan produksi
  • Cara atau metode untuk mengorganisasi kegiatan individu
  • Menciptakan mekanisme tertentu agar distribusi barang dan jasa terlaksana dengan baik.

Setiap negara menganut sistem ekonomi yang berbeda-beda terutama Indonesia dan Amerika serikat , dua negara ini pun menganut sistem ekonomi yang berbeda. Awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.

Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa Reformasi. Setelah masa Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia.

Sistem politik diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik lainnya.

Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain:
  •  Negara berdasarkan atas hukum
  • Pemerintah berdasarkan konstitusi
  • Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu
  • Pemerintahan mayoritas
  • Pemilu yang bebas
  • Parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya
Sistem ekonomi dan sistem politik mempunyai hubungan dalam penerapan dalam kehidupan,sistem politik tersebut dapat menentukan suatu sistem ekonomi negara,bila ada 2 negara negara memiliki sistem politik yang berbeda,maka dua negara tersebut memiliki sistem ekonomi yang berbeda pula.

C. KAPITALISME DAN SOSIALISME
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.

Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.

Secara umum karakteristik sistem ekonomi kapitalisme adalah:
  • Faktor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak swasta
  • Pengembalian keputusan ekonomi bersifat desentralisasi,diserahkan kepada pemilik faktor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yang berlaku
  • Rangsangan intensif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi

Ide-ide pokok yang dikembangkan oleh ideologi kapitalisme :
  • Pemilik modal lebih utama daripada kaum pekerja
  • Motivasi utama berproduksi adalah untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya
  • Unsur material serta faktor-faktor produksi berada pada swasta
  • Perokonomian harus dijalankan secara liberal dan tidak mengenal proteksi
  • Untuk kemajuan ekonomi harus ada kompetisi  dan mengikuti logika pasar
Ciri-ciri pokok ideologi ini sebagai berikut :
  • Tidak dapat  tumbuh dan berkembang tanpa riba dan monopoli
  • Penimbunan kekayaan di tangan pemilik modal dan penyusutan  secara relatif pemilikan oleh kaum  pekerja
  • Menimbulkan kolonialisme dengan apapun bentuknya
  • Keuntungan berlipat ganda dan tidak efisien sehingga melahirkan kesenjangan sosial sosial
  • Materialisme, atheisme, dan sekularisme  yang menolak agama
  • Sangat menekankan hak milik pribadi dan menolak prinsip “sama rata sama rasa”
Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lpg, dan lain sebagainya.

Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.

Ide-ide pokok sosialisme antara lain sebagai berikut :
  • Bahwa kemutlakan hak milik untuk kesejahteraan umum; tidak dimiliki  atau demi kepentingan individu secara mutlak
  • Sejarah manusia merupakan pertarungan (dialektika) antara kaum borjuis dengan proletar
  • Agama merupakan  candu masyarakat, babunya kapitalis, imperalis dan eksploitasi
  • Segala perubahan ditentukan oleh  materi.
Adapun  ciri-ciri utama ideologi ini adalah     :
  • Menolak agama, dan materialistic
  • Perubahan harus melalui revolusi dan kekerasan
  • Sama rata sama rasa
  • Perjuangan kelas buruh dan membasmi kelas majikan
  • Tumbuh secara kondusif pada keadaan tidak stabil atau kemiskinan.

D. PERSAINGAN TERKENDALI
Ciri-ciri persaingan terkendali adalah:
  • Bukan kapitalis dan bukan sosialis. Indoensia mengakui kepemilikan individu terhadap sumber ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara sesuai dengan UUD 45.
  • Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar badan usaha untuk mencari keuntungan, tapi pemerintah juga mengatur bidang pendidikan, ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha.
  • Pengakuan terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan usaha dalam mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum perburuhan. 
  • Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain dalam perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk membantu meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan.
  • Jadi pada kesimpulannya, bahwa iklim persaingan berekonomi dan kompetisi berbisnis di indonesia bukanlah persaingan yang bebas-lepas, melainkan persaingan yang terencana-terkendali.

E. KADAR KAPITALISME DAN SOSIALISME
Unsur kapitalisme dan sosialisme yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia dapat dilihat dari sudut berikut ini:

a) Pendekatan faktual structural
     Menelaah peranan pemerintah dalam perekonomian,pengukuran kadar pemerintah juga dapat dilihat dari peranan pemerintah secara sektoral terutama dalam pengaturan bisnis dan penentuan harga. Pemerintah hampir mengatur bisnis dan harga untuk setiap sektor usaha. Untuk mengukur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dengan pendekatan faktual-struktural, dapat digunakan kesamaan agregat Keynesian yang berumuskan Y = C + I + G + (X – M). Dalam formula ini berarti produk atau pendapatan nasional dirinci menurut penggunaan atau sektor pelakunya. Kesamaan ini merupakan rumus untuk menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran.

b)  Pendekatan sejarah
     Menelusuri pengorganisasian perekonomian Indoensia dari waktu ke waktu. Berdasarkan sejarah, Indonesia dalam pengeloalan ekonomi tidak pernah terlalu berat kepada kapitalisme atau sosialisme. Percobaan untuk mengikuti sistem kapitalis yang dilakukan oleh berbagai kabinet menghasilkan keterpurukan ekonomi hinggá akhir tahun 1959.Percobaan untuk mengikuti sistem sosialis yang dilakukan oleh Presiden I menghasilkan keterpurukan ekonomi hiinggá akhir tahun 1965

REFERENSI :


1. Berikut adalah ciri-ciri sebuah sistem, kecuali......
a.       Mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri 
b.      Tidak memiliki batas yang memisahkan dari lingkungan 
c.       Bersifat terbuka 
d.      Terdapat hubungan saling ketergantungan

2. “Menciptakan mekanisme tertentu agar distribusi barang dan jasa terlaksana dengan baik” merupakan........

a.       Tujuan sistem ekonomi
b.      Ciri-ciri sistem ekonomi
c.       Unsur-unsur sistem ekonomi
d.      Fungsi sistem ekonomi
e.        
3. Ide-ide pokok yang dikembangkan oleh ideologi kapitalisme adalah..........
a. Kaum pekerja lebih utama daripada pemilik modal 
b. Unsur material serta faktor-faktor produksi berada pada swasta 
c. Perokonomian harus dijalankan secara liberal dan mengenal proteksi
d. Untuk kemajuan ekonomi harus ada kompetisi dan tidak perlu mengikuti logika pasar

4. Unsur kapitalisme dan sosialisme yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia dapat dilihat dari sudut berikut ini, yaitu...........
  1. Pendekatan faktual structural dan Pendekatan sejarah
  2. Pendekatan aktual structural dan Pendekatan sejarah
  3. Pendekatan factual structural dan Pendekatan ekonomi
  4. Pendekatan aktual structural dan Pendekatan ekonomi
5. Persaingan terkendali memiliki ciri-ciri sebagai berikut, kecuali.......
  1. Bukan kapitalis dan bukan sosialis
  2. Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup
  3. Merupakan gabungan dari kapitalis dan sosialis
  4. Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar


BAB II
SEJARAH EKONOMI INDONESIA

A.    Sejarah Pra Kolonialisme

Sejarah awal: Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Budha telah mencapai wilayah tersebut.

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah jawa barat terdapat kerajaan bercorak hindu-budha yaitu kerajaan taruma negara yang dilanjutkan dengan kerajaan sunda sampai abad ke-16. Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.

Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.

Kesultanan Islam kemudian semakin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.

Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk diantaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.

B.    Sistem Monopoli VOC
Dengan berbagai cara VOC berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia serta pelabuhan-pelabuhan penting. Kecuali itu, juga berusaha memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah. Pertama-tama VOC berusaha menguasai salah satu pelabuhan penting, yang akan dijadikan pusat VOC. Untuk keperluan tersebut ia mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Banten. Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama sebagai adipati di Jayakarta.

Mula-mula VOC mendapat izin dari Pangeran Wijayakrama untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Tetapi ketika gubernur jenderal dijabat oleh J.P. Coen, Pangeran Wijayakrama diserangnya. Kota Jayakarta direbut dan dibakar. Kemudian di atas reruntuhan kota Jayakarta, J.P. Coen membangun sebuah kota baru. Kota baru itu diberinya nama Batavia. Peristiwa tersebut pada tahun 1619. Kota Batavia itulah yang kemudian menjadi pusat VOC.

Setelah memiliki sebuah kota sebagai pusatnya, maka kedudukan VOC makin kuat. Usaha untuk menguasai kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan penting ditingkatkan. Cara melakukannya dengan politik dividi et impera atau politik mengadu domba. Mengadu dombakan sesama bangsa Indonesia atau antara satu kerajaan dengan kerajaan lain. Tujuannya agar kerajaan-kerajaan di Indonesia menjadi lemah, sehingga mudah dikuasainya. VOC juga sering ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, ia memaksakan monopoli, terutama di Maluku. Dalam usahanya melaksanakan monopoli, VOC menetapkan beberapa peraturan, yaitu sebagai berikut :
  • Rakyat Maluku dilarang menjual rempah-rempah selain kepada VOC.
  • Jumlah tanaman rempah-rempah ditentukan oleh VOC.
  • Tempat menanam rempah-rempah juga ditentukan oleh VOC.
Agar pelaksanaan monopoli tersebut benar-benar ditaati oleh rakyat, VOC mengadakan Pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi ialah patroli dengan perahu kora-kora, yang dilengkapi dengan senjata, untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku. Bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut di atas, maka pelanggarnya dijatuhi hukuman.

Hukuman terhadap para pelanggar peraturan monopoli disebut ekstirpasi. Hukuman itu berupa pembinasaan tanaman rempah-rempah milik petani yang melanggar monopoli, dan pemiliknya disiksa atau bisa-bisa dibunuh. Bukan main kejamnya tindakan VOC waktu itu. Akibatnya penderitaan rakyat memuncak. Puluhan ribu batang tanaman pala dan cengkih dibinasakan. Ribuan rakyat disiksa, dibunuh atau dijadikan budak. Ribuan pula rakyat yang melarikan diri meninggalkan kampung halamannya, karena ngeri melihat kekejaman Belanda. Tidak sedikit yang meninggal di hutan atau gunung karena kelaparan. Tanah milik rakyat yang ditinggalkan, oleh VOC dibagi-bagikan kepada pegawainya. Karena kekejaman tersebut maka timbulah perlawanan di berbagai daerah.

C.     Sistem Tanam Paksa
Jatuhnya kaum liberal di Parlemen Belanda menyebabkan pemerintahan didominasi  kaum konservatif. Gubernur Jenderal van der Capellen digantikan oleh Gubernur Jenderal van den Bosch, 16 Januari 1830. Pada tahun 1830 mulai diterapkan aturan yang disebut Cultuurstelsel. Cultuurstelsel dalam bahasa Inggris adalah Cultivation System yang memiliki  arti sistem tanam.

Cultuurstelsel disebut juga Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, teh, lada, kina, dan tembakau.dan tarum (nila). Cultuurstelsel diberlakukan  dengan  tujuan  memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat. Dengan harapan utang-utang Belanda yang besar dapat diatasi. Berikut ini pokok-pokok  cultuurstelsel.


Pokok-Pokok Sistem Tanam Paksa:
  1. Rakyat wajib menyiapkan 1/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
  2. Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak
  3. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan.
  4. Tenaga dan waktu  yang diperlukan  untuk  menggarap tanaman wajib, tidak  boleh melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
  5. Rakyat yang tidak  memiliki  tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun di perkebunan atau pabrik milik  pemerintah.
  6. Jika terjadi kerusakan atau gagal panen, menjadi tanggung jawab pemerintah.
  7. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada para penguasa pribumi (kepala desa)
Kalau melihat pokok-pokok cultuurstelsel dilaksanakan dengan semestinya merupakan aturan yang baik. Namun praktik di lapangan jauh dari pokok-pokok tersebut atau dengan kata lain terjadi penyimpangan.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam sistem tanam paksa:
  1. Tanah yang harus diserahkan rakyat cenderung melebihi dari ketentuan 1/5.
  2. Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap ditarik  pajak
  3. Rakyat yang tidak punya tanah garapan ternyata bekerja di pabrik atau perkebunan lebih dari 66 hari atau 1/5 tahun.
  4. Kelebihan hasil tanam dari  jumlah  pajak ternyata tidak dikembalikan.
  5. Jika terjadi gagal panen ternyata ditanggung  petani.
Meskipun Tanam Paksa sangat memberatkan rakyat, namun di sisi lain juga memberikan pengaruh yang positif  terhadap rakyat, yaitu:
  •  Terbukanya lapangan pekerjaan,
  •  rakyat mulai mengenal tanaman-tanaman baru
  •  rakyat mengenal cara menanam yang baik

D.    Sistem Ekonomi Kapitalis dan Liberal
Sistem liberal kapitalis adalah sistem dimana warga negara diberi kebebasan untuk menetukan kegiatan ekonominya sesuai keahlian yang dimiliki orang tersebut dan dikembangkan secara bebas dengan sumber daya yang ada.

Ciri-ciri dari sistem ekonomi liberal kapitalis antara lain :
  • Masyarakat diberi kebebasan. Setiap apa yang dilakukan oleh masyarakat tidak dibatasi oleh pemerintah.
  • Pemerintah tidak ikut campur tangan. Sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat pemerintah tidak peduli/ikut campur tangan.
  • Masyarakat terbagi menjadi dua golongan. Masyarakat umum terbagi menjadi golongan penguasa dan golongan rakyat kecil/miskin.
  • Timbul persaingan dalam masyarakat. Masyarakat saling bersaing dalam kegiatan ekonomi.
  • Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonomi. Apa yang dilakuakn di pasar merupakan suatu tindakan ekonomi.
  • Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi. Kegiatan ekonomi yang dilakuakan untuk mewujudkan sesuatu barang yang berkualitas tinggi.
Contoh Sistem Ekonomi Kapitalis :
1.   Kepemilikan licency rangka dan aerodinamika pesawat terbang oleh Prof Dr.Ing. Bj Habibie. 
2.   Kepemilikan Licency Microsoft Office oleh perusahaan Bill Gates.
Keuntungan :
  • Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat. Semangat untuk menunjukkan inisiatif dan kreasi mereka
  • Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi. Semua individu bebas sebebas-bebasnya memiliki sumber daya produksi.
  • Timbul persaingan semangat untuk maju. Persaingan –persaingan yang timbul membuat semangat untuk maju
  • Menghasilkan barang-barang bermutu tinggi.
  • Efisiensi dan efektifitas tinggi. Efisiensi yang dimiliki dan efektifitas yang tinggi sangat perlu

Kelemahan :
  • Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat. Menjatuhkan pesaingnya dengan curang yang tidak semestinya.                                     
  • Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Orang yang mendapat pekerjaan semakin kaya dan orang yang tidak mendapat pekerjaan menjadi semakin miskin.
  • Banyak terjadinya monopoli masyarakat. Masyarakat banyak melakukan monopoli perdagangan sebab mereka tidak diatur oleh pemerintah. 
  • Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
  • Pemerataan pendapatan sulit dilakukan. Pemerataan pendapatan yang dimiliki sangat sulit


E.    Era Pendudukan Jepang
Penjajahan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Presiden RI Soekarno. Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda.

Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut.  Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.

F.     Cita – Cita Ekonomi Merdeka
Bung Karno dan Bung Hatta merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

Artinya, berarti cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat. Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.

Supaya cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses penyelenggaran negara, maka para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam buku Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan politik perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia.

Dalam pasal 33 UUD 1945, ada empat kunci perekonomian untuk memastikan kemakmuran bersama itu bisa tercapai. Pertama, adanya keharusan bagi peran negara yang bersifat aktif dan efektif. Kedua, adanya keharusan penyusunan rencana ekonomi (ekonomi terencana). Ketiga, adanya penegasan soal prinsip demokrasi ekonomi, yakni pengakuan terhadap sistem ekonomi sebagai usaha bersama (kolektivisme). Dan keempat, adanya penegasan bahwa muara dari semua aktivitas ekonomi, termasuk pelibatan sektor swasta, haruslah pada “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Sayang, sejak orde baru hingga sekarang ini (dengan pengecualian di era Gus Dur), proses penyelenggaran negara sangat jauh politik perekonomian ala pasal 33 UUD 1945. Pada masa orde baru, sistem perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui kelompok ekonom yang dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi ini, sistem perekonomian kebanyakan didikte secara langsung oleh lembaga-lembaga asing, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.

Akibatnya, cita-cita perekonomian sesuai amanat Proklamasi Kemerdekaan pun kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial, tetapi malah mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya dominasi kapital asing, politik upah murah, ketergantungan pada impor, dan kecanduan mengekspor bahan mentah ke negeri-negeri kapitalis maju.

Ketimpangan ekonomi kian menganga. Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas rakyat (75%) bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial. Sementara puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.
G. Ekonomi Indonesia Setiap Pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, Reformasi.

1.  Pemerintahan Orde Lama
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, sudah banyak  tokok-tokoh negara yang saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok. Tetapi pada pemerintah orde lama masih belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi negara Republik Indonesia yang memburuk.


·         Orde Lama (Demokrasi Terpimpin)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain  disebabkan oleh :
  • Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.  
  • Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
  • Kas negara kosong. 
  • Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.  

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
  • 1.Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan   persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
    2.Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
    3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
    4.  Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
    5.  Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
    6.Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

    Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
    Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

    Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
    a.Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk  mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
    b. Program Benteng (Kabinet Natsir)
    c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
    d.Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo
    e.  Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
     Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
    Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.

    2. Pemerintahan Orde Baru
    Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

    Kelebihan dan Kekurangan sistem Pemerintahan Orde Baru
    1.      Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996     telah mencapai lebih dari AS$1.000
    2.      Sukses transmigrasi
    3.      Sukses KB
    4.      Sukses memerangi buta huruf Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
    5.      Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
    6.      Pembangunan Indonesia yang tidak merata
    7.   Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
    8.      Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
    9.      Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang ditahan
    3. Reformasi
    Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie.Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.

    Masa Kepemimpinan B.J. Habibie
    Pada awal pemerintahan reformasi, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan investor, termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan pemerintah untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); supremasi hukum; hak asasi manusia (HAM); Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II; peranan ABRI di dalam politik; masalah disintegrasi; dan lainnya.
    Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
    Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
    ·        Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
    ·         Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
    ·         Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
    ·         Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
    ·         Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
    ·         Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
    ·         Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
    Pemerintahan presiden B.J. Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik.

    Masa Kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
    Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah mulai stabil.
    Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah terpilihnya Presiden Indonesia keempat tidak berlangsung lama.Presiden mulai menunjukkan sikap dan mengeluarkan ucapan-ucapan kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis.Presiden cenderung bersikap diktator dan praktek KKN di lingkungannya semakin intensif, bukannya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan dari gerakan reformasi.Ini berarti bahwa walaupun namanya pemerintahan reformasi, tetapi tetap tidak berbeda denga rezim orde baru.Sikap presiden tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang klimaksnya adalah dikelurakannya peringatan resmi kepada Presiden lewat Memorandum I&II.
    Dengan dikeluarkannya Memorandum II, Presiden terancam akan diturunkan dari jabatannya jika usulan percepatan Sidang Istomewa MPR jadi dilaksanakan pada bulan Agustus 2001. Selama pemerintahan reformasi, praktis tidak ada satu pun masalah di dalam negeri yang dapat terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan sosial yang bernuansa disintegrasi dan sara terus berlanjut, misalnya pemberontakan Aceh, konflik Maluku, dan pertikaian etnis di Kalimantan Tengah. Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar yang mencerminkan semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di dalam negeri, juga pertikaian elite politik semakin besar.
    Selain itu, hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Abdurrahman Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri; dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda pencairan bantuannya kepada pemerintah Indonesia, padahal roda perekonomian nasional saat ini sangat tergantung pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam dinyatakan bangkrut oleh Paris Club (negara-negara donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa Indonesia dengan kondisi perekonomiannya yang semakin buruk dan defisit keuangan pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali utangnya yang sebagian besar akan jatuh tempo tahun 2002 mendatang. Bahkan, Bank Dunia juga sempat mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF dengan pemerintah Indonesia macet.
    Ketidakstabilan politik dan social yang tidak semakin surut selama pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Ditambah lagi dengan memburuknya hubungan antara pemerintah Indonesia dan IMF.Hal ini membuat pelaku-pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau menanamkan modalnya di Indonesia.Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada masa pemerintahan reformasi cenderung lebih buruk daripada saat pemerintahan transisi. Bahkan, lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service mengkonfirmasikan bertambah buruknya country risk Indonesia. Meskipun beberapa indikator ekonomi makro mengalami perbaikan, namun karena kekhawatiran kondisi politik dan sosial, lembaga rating lainnya (seperti Standard & Poors) menurunkan prospek jangka panjang Indonesia dari stabil ke negatif.
    Kalau kondisi seperti ini terus berlangsung, tidak mustahil tahun 2002 ekonomi Indonesia akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif. Pemerintah tidak menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh (political will) untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip once and for all. Pemerintah cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah amandemen UU Bank Indonesia, desentralisasi fiskal,  restrukturisasi utang, dan divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang controversial dan inkonsistens, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya sense of crisis terhadap kondisi riil perekonomian negara saat ini.
    Fenomena makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi.Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret 2001 menunjukkan growth trend yang negatif.  Dalam perkataan lain, selama periode tersebut IHSG merosot hingga lebih dari 300 poin yang disebabkan oleh lebih besarnya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak percayanya pelaku bisnis dan masyarakat terhadap prospek perekonomian Indonesia, paling tidak untuk periode jangka pendek.

    REFERENSI:
http://gilanghardi.blogspot.com/search?updated-min=2015-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2016-01-01T00:00:00-08:00&max-results=1   
http://selvianadianasari.blogspot.com/2014/04/perkembangan-perekonomian-indonesia.html 

1. Di bawah ini yang merupakan Pokok-Pokok Sistem Tanam Paksa adalah......

a. Rakyat wajib menyiapkan 2/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib

      b. Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak
      c. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak tidak akan dikembalikan.
    d. Tenaga dan waktu  yang diperlukan  untuk  menggarap tanaman wajib, boleh melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi


2. Terbukanya lapangan pekerjaan, rakyat mulai mengenal tanaman-tanaman baru, rakyat mengenal cara menanam yang baik, merupakan...........
       a. Tujuan Tanam Paksa
       b. Fungsi Tanam Paksa
       c. Misi Tanam Paksa
       d. Dampak positif Tanam Paksa
3. Keadaan ekonomi pada masa orde lama yang benar di bawah ini adalah, kecuali.......
       a. Inflasi yang sangat tinggi
       b. Kas negara penuh
      c. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
       d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
4. Beberapa peraturan yang tidak ditetapkan oleh VOC dalam melaksanakan monopoli adalah.....
       a. Tempat tinggal rakyat Maluku ditentukan oleh VOC
       b. Rakyat Maluku dilarang menjual rempah-rempah selain kepada VOC
       c. Jumlah tanaman rempah-rempah ditentukan oleh VOC
       d. Tempat menanam rempah-rempah juga ditentukan oleh VOC
5. Ciri-ciri dari sistem ekonomi liberal kapitalis yang benar di bawah ini adalah....
       a. Masyarakat tidak diberi kebebasan
  b. Pemerintah ikut campur tangan
        c. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan
         d. Timbul perdamaian dalam masyarakat

 

BAB III
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM  INDONESIA


A. Masalah Sumber Daya Alam Struktur Penguasaan Sumber Daya Alam


Di Sektor Migas : Masalah kebijakan tambang migas di Indonesia : Minyak dan Gas Bumi (Migas), diyakini banyak kalangan sebagai komoditi tulang punggung ekonomi Indonesia hingga kini. Dilihat dari angka-angka, Migas memang berkontribusi paling tinggi dibanding sektor lain pada pendapatan (yang katanya) negara. Oleh karena itu, semua mata jadi tertutup, dan kita tidak dapat melihat berbagai masalah yang terjadi dalam penambangan migas. Akibatnya, Pertamina sebagai satu-satunya pemegang hak atas Migas di Indonesia bersama para kontraktornya leluasa berbuat sewenang-wenang atas kekayaan alam Indonesia.

Kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia bermula dari UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran . Disusul dengan UU No 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak pada kepentingan pemodal. Dari kebijaakan-kebijakannya sendiri, akhirnya pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi pemodal yang disayanginya. Akibatnya, pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan pertambangan yang seharusnya patut untuk ditindak.

Sejak tahun 1967 hingga saat ini, pemerintah yang diwakili oleh Departemen Pertambangan dan Energi, (kini Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral) seolah merasa bangga jika berhasil mengeluarkan izin pertambangan sebanyak mungkin. Tidak heran jika sampai dengan tahun 1999 pemerintah telah “berhasil” memberikan izin sebanyak 908 izin pertambangan yang terdiri dari kontrak karya (KK), Kontrak karya Batu Bara (KKB) dan Kuasa Pertambangan (KP), dengan total luas konsesi 84.152.875,92 Ha atau hampir separuh dari luas total daratan Indonesia . Jumlah tersebut belum termasuk perijinan untuk kategori bahan galian C yang perizinannya dikeluarkan oleh pemerintah daerah berupa SIPD. Walaupun baru sebagian kecil dari perusahaan yang memiliki izin itu melakukan kegiatan eksploitasi, namun dampaknya sudah terasa menguatirkan.
 

Berbagai kasus korupsi di dunia pertambangan belum satupun yang diusut tuntas. Eufemisme justru sering digunakan untuk menyelamatkan Pertamina dari tuduhan korupsi seperti kasus mis-manajemen yang diungkap pada Habibie. Selain masalah korupsi, banyak masalah lain yang juga belum terungkap dalam penambangan Migas. Misal saja, hak menguasai negara yang diberikan secara mutlak pada PERTAMINA, proses lahirnya Production Sharing Contract (Kontrak Bagi Hasil/PSC) antara PERTAMINA dengan perusahaan multinasional, rencana investasi yang diatur oleh perusahaan multinasional.

Di sisi lain, perkembangan RUU Migas UU Migas No. 44 Prp tahun 1960, kini sedang disiapkan penggantinya oleh pemerintah. Rancangan UU ini sempat menjadi kontroversial, karena terjadi perbedaan pandangan yang tajam antara pemerintah dan DPR-RI saat itu. Perdebatan yang mengemuka saat itu berkisar pada peran Pertamina, dan kepentingan ekonomi negara.

Production Sharing Contrac (Kontrak Bagi Hasil/PSC) Dalam usulan RUU Migas, pemerintah berkeinginan mengganti PSC dengan Kontrak Kerjasama, yang menyerupai Kontrak Karya dalam pertambangan umum. Padahal semua tahu model Kontrak Kerjasama ala Kontrak Karya, telah nyata-nyata merugikan bangsa yang dikeruk hasil alamnya oleh perusahaan tambang. Perdebatan menjadi tereduksi oleh bingkai penglihatan sistem kontrak, yang sangat diharapkan oleh investor.

Liberalisasi distribusi dan pemasaran migas, Pemerintah lewat RUU Migas berjanji untuk mengikis habis monopoli di PERTAMINA. Namun yang ditawarkan adalah membuka suatu kesempatan bagi perusahaan swasta lain untuk ikut berkompetisi dalam distribusi dan pemasaran migas. Sepintas ide ini cukup menarik. Namun ancaman di balik itu sungguh sangat mengerikan. Saat ini yang paling siap untuk berkompetisi adalah perushaan-perusahaan multinasional seperti Mobil Oil, Shell, Caltex, Texaco, Unocal, Vico, Total dan lain sebagainya. Karena mereka yang paling siap, maka mereka yang akan merebut pangsa pasar distribusi dan pemasaran migas di Indonesia. Maka yang akan terjadi adalah bergantinya Monopoli Pertamina pada Oligopoli perusahaan multinasional.

Ancaman besarnya modal yang akan masuk pada industri migas di Indonesia, juga menjadi tidak mendapatkan perhatian pemerintah. Padahal, dilihat dari rencana investasi yang sedang disiapkan oleh perusahaan multinasional dan campur tangan mereka lewat lembaga-lembaga keuangan internasional dalam kebijakan negara, adalah ancaman serius yang patut diperhatikan semua pihak. Perang saudara di Angola adalah satu contoh terparah akan betapa buruknya intervensi perusahaan multinasional pada keutuhan negara.

Isu lingkungan hidup merupakan isu yang sangat marjinal di kalangan politisi dan pemerintah. Seolah-olah aktivitas industri migas dilakukan di wilayah hampa kepemilikan dan kebal polusi. Padahal berbagai kasus menunjukan isu ini menjadi pemicu lahirnya perlawanan rakyat, seperti kasus Aceh, Riau dan Kaltim. Kasus Mobil Oil yang sudah lama disengketakan orang Aceh, masih juga belum cukup jadi referensi bagi pengambil kebijakan untuk mengubah susbstansi dan perilaku kebijakan. Negara secara semena-mena mereduksi perlawanan rakyat atas ketidakadilan menjadi persoalan perimbangan keuangan semata. Kontrak karya pertambangan yang berada dikawasan hutan lindung telah mencapai 17,669 juta ha atau 37,5 % dari total luas lahan kontrak karya seluas 47,059 juta ha. Kontribusi kerusakan hutan sejak tahun 1996 meningkat 2 juta ha per tahun.

Di Sektor Kehutanan : Kawasan hutan lindung/konservasi yang saat ini benar-benar sudah terancam keberadaannya diantaranya hutan lindung Pulau Gag-Papua yang sudah resmi menjadi lokasi proyek PT Gag Nickel/BHP, Tahura Poboya-Paneki oleh PT Citra Palu Mineral/Rio Tinto, Palu (Sulteng) dan Taman Nasional Meru Betiri di Jember Jawa Timur oleh PT Jember Metal, Banyuwangi Mineral dan PT Hakman. Belum lagi ancaman terhadap kawasan konservasi lainnya yang hampir semuanya dijarah oleh perusahaan tambang, seperti ; Taman Nasional Lore Lindu – Sulawesi tengah oleh PT. Mandar Uli Minerals/Rio Tinto, Taman Nasional Kerinci Sebelat oleh PT. Barisan Tropikal Mining dan Sari Agrindo Andalas; Kawasan Hutan lindung Cagar Alam Aketajawe dan Lalobata, Maluku Tengah oleh Weda Bay Minerals; Hutan lindung Meratus – Kalimantan Selatan oleh PT. Pelsart Resources NL dan Placer Dome; Taman Nasional Wanggameti oleh PT. BHP; Cagar Alam Nantu oleh PT. Gorontalo Minerals; dan Taman Wisata Pulau Buhubulu, oleh PT. Antam Tbk.

Terjadi perubahan luas kawasan hutan karena eksploitasi hutan tropis Indonesia secara besar-besaran, dipacu dengan UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kehutanan. Sejalan itu pula, diterbitkan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang memberi ruang bagi para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Selanjutnya diikuti dengan berbagai kebijakan yang memungkinkan para pengusaha besar kroni Orde Baru menguasai dan membabat hutan untuk membesarkan modalnya, misalnya PP No. 21 Tahun 1970 tentang Pengusahaan Hutan, PP No. 7 Tahun 1990 tentang Hutan Tanaman Industri, dan peraturan lainnya yang secara nyata tidak berpihak kepada

Struktur penguasaan kekayaan sumber daya alam di Indonesia banyak didominasi oleh pengusaha besar dengan kekuatan kapitalnya. Mereka dapat menguasai kawasan hutan, lahan dan pertambangan serta mengeksploitasinya sampai jutaan hektar luasnya dan puluhan tahun masa konsesinya. Sementara masyarakat setempat yang hidupnya mengandalkan sumber daya lahan tersebut secara turun temurun sebelum negara berdiri, nasibnya justru menjadi sengsara. Ketidakadilan distribusi penguasaan sumber daya alam ini sebagai basis konflik sosial yang riil terjadi dalam kehidupan rakyat. Ketimpangan pembangunan yang paling serius justru terjadi pada sub sektor kehutanan, antara pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dengan rakyat.

Perusahaan pemegang HPH yang membawa izin dari pusat, tanpa menghiraukan kepentingan rakyat menebang pohon-pohon besar “milik negara”. Sementara akses rakyat setempat untuk sekedar memanfaatkan hasil hutan non-kayu (seperti rotan dan damar) ditutup secara sepihak.. Ada 574 perusahaan HPH yang dikatakan mengelola 59 juta ha hutan, padahal faktanya mereka tidak mengelola tetapi sekedar menebang bahkan membabat hutan tanpa menanam kembali. Beberapa konglomerat yang pernah memegang HPH sampai jutaan hektar, diantaranya Prajogo Pangestu seluas 3.536.800 Ha, Andi Sutanto (3.142.800 ha), Burhan Uray (3.996.200 ha), PO Suwandi (2.189.000 ha), dll. (BI, 23/10/98). Fakta lain mengatakan bahwa awal Juli 1999, Dephutbun mengumumkan 18 HPH yang berindikasi KKN para kroni Soeharto. 9 HPH/HPHTI diduga kuat melakukan KKN, 4 HPH dicabut pencadangannya, 5 HPH tidak diperpanjang izin konsesinya (Kompas, 9 Juli 1999) Dephutbun juga mengidentifikasikan bahwa seluas 3,03 juta ha lahan perkebunan dikuasai oleh 33 perusahaan besar di 7 propinsi.

Eksploitasi yang dilakukan para pemegang HPH sangat fantastis dalam rentang 10 tahun terakhir. Data memperlihatkan bahwa produksi kayu bulat mencapai 260,58 juta meter kubik, kayu gergajian 35,84 juta meter kubik, dan kayu lapis 98,052 juta meter kubik. Di sisi lain, ekspor kayu lapis Indonesia dalam 5 tahun terakhir mencapai 56,06 juta m3 dengan nilai devisa 18,73 milyar US$. Sayangnya, nilai devisa itu tidak dinikmati oleh rakyat, tidak juga oleh Pemerintah Daerah. Studi Walhi (1994) menunjukkan 85% keuntungan sektor kehutanan langsung dinikmati oleh para pengusaha, sementar sisanya oleh Pemerintah Pusat. Tampak jelas bahwa hasil eksploitasi bukan untuk rakyat. Indikator ini dapat dilihat dari tenaga kerja yang terlibat dalam usaha perkayuan pada HPH terbilang sangat kecil, yakni hanya 153.438 orang pada tahun 1997. Sementara di pihak lain, ada sekitar 20 juta jiwa rakyat yang mengharapkan hidupnya dari sumber daya hutan mengalami kemiskinan yang berkepanjangan. Bahkan akibat kebakaran hutan dan lahan 1997-1998, mereka mengalami proses pemiskinan antara 40-73 persen dibandingkan sebelum kebakaran.

Selama beberapa dasawarsa, penguasa Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat yang berkelanjutan. Sikap ini tidak lepas dari dukungan pemerintah negara-negara Utara, program bantuan internasional dan perusahaan-perusahaan asing. Atas nama pembangunan hutan dirusak dan laut, sungai dan tanah tercemar. Masyarakat harus mengalah kepada HPH, HTI, pertambangan, pembangkit listrik dan proyek berskala besar lainnya. Ironisnya, keuntungan yang diperoleh hanya dinikmati oleh segelintir orang, kelompok elit yang kaya dan penanam modal internasional. 

B. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Tanpa kita sadari bahwa ternyata pengelolaan sumber daya alam yang dilaksanakan selama Orde Baru berlangsung, lebih didasarkan kepada kepentingan kebutuhan investasi dalam rangka pemulihan kondisi ekonomi pada awal-awal pemerintahan Orde Baru ( pasca 1966 ). Sumber daya alam seperti hutan, tambang, serta sumber daya air dan mineral, selama ini dipandang serta dipahami dalam konteks economic sense dan belum dipahami sebagai ecological dan sustainable sense.

Pengelolaan sumber daya tersebut secara tidak baik dapat membuat kita lupa akan pemikiran untuk memperhitungkan dan mempertimbangkan keterbatasan daya dukung dan kerentanan dari sumber daya alam tersebut. Pengabaian aspek daya dukung seperti ekosistem dan perlindungan terhadap sumber daya alam ini mengakibatkan kerusakan yang luar biasa. Salah satu contoh kerusakan yang ditimbulkan misalnya seperti yang ada dalam buku panduan Bapak Sigit Wibowo, S.H., M.Hum yang berjudul “Reformasi Hukum dan Kebijakan di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam“, yaitu tentang meningkatnya laju kerusakan hutan Indonesia yang berkisar 600.000 (enam ratus ribu) ha hingga 1,3 ( satu koma tiga ) juta ha per tahun (GOI dan ADB, 1994). Sebenarnya tak hanya dalam ruang lingkup perhutanan saja, namun dalam ruang lingkup pertambangan pun juga sering kali timbul permasalahan.

Dalam sektor pertambangan, masalah lingkungan dan sosial juga cenderung diabaikan. Biasanya, masalah yang sering ditimbulkan yaitu berkecimbung pada masalah pencemaran yang ditimbulkan akibat dari penggunaan berbagai bahan kimia berbahaya, seperti merkuri. Penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pertambangan terkadang juga mengakibatkan terjadinya permasalahan-permasalahan yang besar. Oleh karena itu, aturan perundangan-undangan yang mengatur kebijaksanaan atau kebijakan pengelolaan sumber daya ini sangat diperlukan demi terciptanya keseimbangan lingkungan.

Sumber atau muara dari kebijaksanaan tentang pengelolaan tentang sumber daya alam di Indonesia adalah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Jika kita meninjau dan memahami kembali rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 beserta penjelasannya, batasan-batasan dan tugas negara dalam menguasai bumi, air dan kekayaan alam belumlah jelas. Sedangkan tujuan untuk kemakmuran rakyat yang harus dijabarkan dalam produk hukum yang lebih operasional belum dilakukan secara maksimal. Dalam realita kehidupan terlihat bahwa berbagai kebijaksanaan pemerintah hanya menguntungkan segelintir pengusaha dalam mengeksploitasi sumber daya dan tidak diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Seiring berjalannya waktu, dengan fenomena memprihatinkan tersebut, akhirnya berbagai kebijakan-kebijakan mengenai hal itu mulai diperhatikan dan sangat perlu untuk dilaksanakan.

Dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia diperlukan tindak lanjut sebagai berikut:

  1. Perencanaan pendayagunaan/pengelolaan sumber daya alam yang memprihatinkan daya dukung ekosistem dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
  2. Langkah-langkah nyata tentang aktualisasi prinsip “kemanfaatan masa kini dan jaminan kehidupan masa depan (intergenerational equity)”, dan
  3. Strategi pengelolaan sumber daya alam yang bersifat terbarukan (renewable) dan tidak terbarukan (unrenewable).
Ketiga poin diatas dilakukan untuk mempercepat pengintegrasian agenda keberlanjutan dan daya dukung ekosistem ke dalam praktik kehidupan kenegaraan kita. Untuk mencapai semua itu, idealnya upaya pembaruan harus dimulai dari pembaruan konstitusi kita yang kemudian dijadikan dasar bagi pengembangan kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam. Akan tetapi, pengakuan secara normatif dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya tentang bagaimana seharusnya sumber daya tersebut dikelola tidaklah cukup. Upaya mendorong terciptanya pemerintahan yang baik (good governance) harus secara terus-menerus dilakukan untuk penumbuhan situasi dimana checks and balances terjadi di antara elemen-elemen bangsa. Betapa pun baik serta sempurnanya pengakuan aspek keberlanjutan dan perlindungan daya dukung lingkungan dalam suatu konstitusi dan atau peraturan perundang-undangan, akan sulit dilaksanakan dalam kondisi pemerintahan yang buruk (bad governance).

C. Dominasi Sumber Daya Alam di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang sangat besar. Menyimpan banyak sumber mineral, energy, perkebunan , hasil hutan dan hasil laut yang melimpah. Saat ini Indonesia berada pada peringkat 6 dalam hal cadangan emas, nomor 5 dalam produksi tembaga, berada pada urutan 5 dalam produksi bauksit, penghasil timah terbesar di dunia setelah Cina, produsen nikel terbesar ke dua di dunia. Tambang Grasberg Papua adalah tambang terbesar di dunia. Kesimpulannya negara ini berada dalam urutan teratas dalam hal raw material.

Negara ini adalah produsen sumber energi terbesar. Berada pada urutan nomor 2 eksportir batubara di dunia setelah Australia, eksportir gas alam bersih LNG terbesar di dunia, seperempatnya dikirim ke Singapura. Eksportir terbesar gas alam cair setelah Qatar dan Malaysia. Dalam hal komoditi perkebunan Indonesia berada pada nomor 1 dalam produksi CPO, produsen karet terbesar di dunia, berada dalam urutan 3 dalam hal produksi kakao, merupakan produsen kopi terbesar di dunia bersama Vietnam dan Brasil.


1. Undang-undang yang mengatur tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah....
a.       UU No 12 tahun 1967 
b.      UU No 12 tahun 1969 
c.       UU No 11 tahun 1969 
d.      UU No 11 tahun 1967


2. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” merupakan bunyi dari.....
a.       Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 
b.      Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Dasar 194
 c.       Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 
d.      Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

3. Di bawah ini yang bukan merupakan tindak lanjut dalam melaksanakan kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia adalah.......
a.   Perencanaan pendayagunaan/pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan daya dukung ekosistem 
b.    Langkah-langkah nyata tentang aktualisasi prinsip “kemanfaatan masa kini dan jaminan kehidupan masa depan (intergenerational equity)” 
c.       Perencanaan pendayagunaan/pengelolaan sumber daya alam yang tidak ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat 
d.      Strategi pengelolaan sumber daya alam yang bersifat terbarukan (renewable) dan tidak terbarukan (unrenewable)
 
4. Indonesia, sebagai negara produsen sumber energi terbesar, berada pada urutan ke-2 dalam hal..............
  1. Eksportir hasil hutan di dunia setelah Vietnam
  2. Eksportir batubara di dunia setelah Australia
  3. Eksportir batubara di dunia setelah India
  4. Eksportir hasil hutan di dunia setelah Brazil

5. Dalam hal komoditi perkebunan, Indonesia berada pada nomor 1 dalam produksi CPO, produsen karet terbesar di dunia, berada dalam urutan 3 dalam hal...........
a.       Produksi kakao 
b.      Produksi kopi 
c.       Produksi daun teh 
d.      Produksi kayu pohon jati 


BAB IV
PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

A. PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) adalah jumlah nilai dari semua produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di dalam periode waktu tertentu. PDB mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi dan eksport dikurangi impor di dalam kawasan tertentu. Sebagai  salah satu indikator yang penting, PDB melihat sehat tidaknya perekonomian suatu kawasan selain untuk menakar tingkat kemakmuran kawasan tersebut.  Biasanya PDB disajikan sebagai perbandingan tahun sebelumnya. Sebagai contohnya jika PDB tahun ke tahun Indonesia naik  5,5% itu artinya ekonomi Indonesia bertumbuh sebanyak 5,5% selama tahun terakhir tersebut.

Produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan oleh PDB mempunyai dampak yang besar kepada perekonomian. Contohnya, jika ekonomi suatu negara dinyatakan sehat maka dapat diartikan dengan tingkat pengangguran yang rendah dimana banyak permintaan tenaga kerja dengan upah gaji yang meningkat menandakan pertumbuhan dari industri-industri di dalam ekonomi. Perubahan yang signifikan di dalam PDB apaah positif atau negatif mempunyai dampak yang besar kepada pasar saham. Dengan mudah dapat dijelaskan bahwa ekonomi yang tidak sehat berarti penurunan keuntungan bagi perusahaan yang dalam arti praktis diartikan sebagai penurunan harga saham perusahaan tersebut. Investor sangat khawatir dengan pertumbuhan negatif PDB yang dapat diartikan oleh para ekonom, yaitu tanda terjadinya resesi.

B. PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN EKONOMI

Keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan perkapita masyarakat yang mengalami peningkatan secara terus- menerus (dalam jangka panjang) dan disertai terjadinya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi. Dengan demikian, pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan adanya alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan atau pendidikan , dan teknik.

Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di wilayah tersebut.

Untuk meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.

Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004)

C. PERTUMBUHAN EKONOMI SELAMA ORDE BARU HINGGA SAAT INI
Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, masa orde lama, masa orde baru sampai masa sekarang (masa reformasi) Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan dari orde lama dan orde baru telah memberikan iklim politik yang dinamis walaupun akhirnya mengarah ke otoriter namun pada kehidupan ekonomi mengalami perubahan yang lebih baik

Melihat kondisi pertumbuhan Indonesia selama pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60 Laju pertumbuhan 7%-8% selama 1970-an dan turun ke 3%-4% pada taun 1980-an, hal ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resesi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Sejak zaman Orde Baru Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka, maka goncangan ekstrenal terasa dampaknya terhadap pertumbuhan Indonesia.

Perekonomian nasional pada saat itu tergantung pada pamasukan dolar AS dari hasil ekspor komoditi primer yaitu minak dan pertanian. Tahun 1968 PN Per Kapita US$56,7; 1973 US$126,3; 1978 US$260,3; 1983US$494,0; 1988 US$467,5; 1993 US$833,1; 1997 US$1088,0; 1998 US$640,0 dan 1999US$580,0.

Pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh drastis hingga 13,1%. Namun pada tahun 1999 kembali positif, walaupun sangat kecil yaitu 0,8%, dan tahun 2000 naik hingga 5%. Yang disebabkan pada masa Gusdur, pemerintah, masyarakat, khusunya pelaku bisnis sempat optimis mengenai prospek pertumbuhan Indonesia. Akan tetapi tahun 2001 pertumbuhan ekonomi kembali merosot hingga 3,3% akbat gejolak politik yang semat memanas kembali, dan tahun 2002 pertumbuhan mengalami sedikit perbaikan menjadi 3,66%.

Pertumbuhan ekonomi di indonesia ini mencapai 6% tahun ini, menurut BI ( bank Indonesia), ekonomi Indonesia mencapai 5,5-6% pada tahun ini meningkat menjadi 6-6,5% pada tahun 2011dengan demikian prospek ekonomi indonesia semakin bagus. perbaikan ekonomi indonesia bersumber dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan ekonomi global pada saat ini, seperty ekspor yang mencatatat pertunjukan yang sangat positif, dan lebih baik lagi berbaremgan dengan impor yang akan lebih baik lagi dan berdapak bagus di dalam amupun di luar negeri. selain didukung perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik menurut BI (bank Indonesia) ekonomi tahun depan juga disongkoh konsumsi rumah tangga yang kuat, peningkatan sektor eksternal, dan peningkatan investasi, kata Gubernur BI Darma nasution di jakarta.

D. FAKTOR-FAKTOR PENEMU PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah :
  • Sumber daya alam
Sumber daya alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang dan hasil laut sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi.
  • Sumber daya manusia
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
  • Sumber daya modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
  • Keahlian atau kewirausahaan
Keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

Faktor non-ekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik dan sosial, kelembagaan, sistem yang berkembang dan berlaku, keamanan (terutama menyangkut apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mencegah tidak terulangnya lagi tragedi Bali), dan hukum (terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan bisnis dan pelaksana otonomi daerah).

E. PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

            Istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi disebut transpormasi struktural, artinya rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), AS (produksi dan penggunaan faktor produksi yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).

1.  Teori dan Bukti Empiris
Teori perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang ditandai oleh LDCs, yang semula lebih bersifat subsistence dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer. Ada 2 teori yang umum digunakan dalam penganalisis perubahan struktur ekonomi.

2. Teori Migrasi (Arthus Lewis),
Bahwa Ekonomi suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2 yaitu: Perekonomian Tradisional dipedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan Perekonomian Modern diperkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka terjadi kelebihan L dan tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsistence. Kelebihan L ini ditandai dengan produk marjinalnya yang nilainya nol dan tingkat upah riil (w) yang rendah. Rumus ini juga berlaku bagi perekonomian Modern.

Rumusnya :
LPD = Fd(WP’ YP) (2,25)
LPS = Fs(wp) (2,26)
LPD = LPD = LP (2,27)

Persamaan (2,25), permintaan L (LPD) yang merupakan suatu fungsi negatif dari tingkat upah (wp) (Fd’wp>0) dan positif dari volume produksi pertanian (Yp) (Fd’Yp>0). Persamaan (2,26) , penawaran L (LPS) yang merupakan suatu fungsi positif dari tengkat upah (Fw’wp). Sedang persamaan (2,27) mencermintakn keseimbangan di pasar L, yang menghasilkan tingkat w (W setelah dikoreksi dengan inflasi) dan jumlah L tertentu.

3.  Teori Transpormasi struktural (Hollis Chenery)
Teori ini memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di LDCs, yang mengalami transportasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan NT dari semua sektor ekonomi dapat dijelaskan dengan industri dan pertanian NTB masing-masing, yakni NTBi dan NTBp yang membentuk PDB :

PDB = NTBi + NTBp

Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah empat faktor berikut :
  1. Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap industri manufaktur.
  2. Perluasan ekspor atau efek total dari kanaikan jumlah ekspor terhadap produk idustri manufaktur.
  3. Substitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri manufaktur.
  4. Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien infut-outfut di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor industri manufaktur.
Faktor-faktor internal yang membedakan kelompok LDCs yang mengalami transisi ekonomi yang sangat pesat adalah :
  • Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
  • Besarnya pasar dalam negeri
  • Pola distribusi pendapatan
  • Karakteristik dari industrialisasi
  • Keberadaan SDA
  • Kebijakan perdagangan luar negeri
Berikut beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
  • Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
  • Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi.
  • Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
  • Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan
  • Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
  • Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
  • Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
  • Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor

REFERENSI :

1. Faktor-faktor internal yang membedakan kelompok LDCs yang mengalami transisi ekonomi yang sangat pesat adalah.........
  1. Kondisi dan struktur awal ekonomi luar negeri
  2. Besarnya pasar luar negeri
  3. Pola distribusi pendapatan
  4. Kebijakan perdagangan dalam negeri
2. Dari pernyataan di bawah ini, pernyataan yang tidak benar adalah............

a.Teori dan bukti empiris, menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang ditandai oleh LDCs 
b.Teori Migrasi (Arthus Lewis), bahwa ekonomi suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2 yaitu perekonomian tradisional dan perekonomian modern 
c.Teori Transformasi struktural (Hollis Chenery), memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di LDCs 
d.Teori Migrasi (Arthus Lewis), bahwa ekonomi suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 3 yaitu perekonomian tradisional, perekonomian semi-modern, dan perekonomian modern

3.         1) Kenaikan permintaan domestik
2) Perluasan ekspor
3) Penurunan permintaan domestik
4) Substitusi impor
5) Perubahan teknologi
6) Substitusi ekspor

    Dari pernyataan di atas, yang termasuk empat faktor yang besarnya sama dengan kenaikan produksi sektor industri manufaktur adalah.............
a.       1,2,4,5
b.      1,2,5,6
c.       2,3,5,6 
d.      2,3,4,6

4. Di bawah ini yang merupakan faktor non-ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah..........
a.       Keadaan politik dan Sumber daya modal 
b.      Sumber daya alam dan Keadaan sosial 
c.       Keahlian dan Kelembagaan 
d.      Kelembagaan dan Keamanan

5. Faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain..........
  1. Ketidaktersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
  2. Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
  3. Tidak adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
  4. Tertutupnya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor