BAB I
HUKUM EKONOMI
A. Kaidah (Norma)
Norma
merupakan aturan perilaku dalam suatu kelompok tertentu, dimana setiap anggota
masyarakat mengetahui hak dan kewajiban di dalam lingkungan masyarakatnya,
sehingga memungkinkan seseorang bisa menentukan terlebih dahulu bagaimana
tindakan seseorang itu dinilai oleh orang lain.
Jenis-jenis
norma :
·
Norma Agama
Norma agama
adalah peraturan yang diterima sebagai perintah, larangan, dan anjuran yang
diperoleh dari Tuhan YME, bersifat umum dan universal, apabila dilanggar akan
mendapat sanksi hukum yang diberikan Tuhan YME.
·
Norma Kesusilaan
Norma
kesusilaan adalah aturan hidup yang berasal dari hati sanubari manusia itu
sendiri, bersifat umum dan universal, apabila dilanggar oleh manusia akan
menyesalkan perbuatan bagi dirinya sendiri.
·
Norma Kesopanan
Norma
kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan manusia, berupa
suatu tatanan pergaulan masyarakat, apabila dilanggar oleh anggota masyarakat
akan dicela/diasingkan oleh masyarakat setempat.
·
Norma Hukum
Norma Hukum
adalah aturan yang bersifat mengikat kepada setiap orang yan pelaksanaannya
dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara untuk
melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan masyarakat.
B. Definisi dan Tujuan Hukum
Definisi dan
tujuan hukum menurut beberapa ahli :
1. Van Kan
Menurut Van
Kan definisi hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa
untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. Tujuan hukum menurut
Van Kan adalah untuk ketertiban dan perdamaian. Dengan adanya peraturan hukum
orang akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan melindungi kepentingannya
dengan tertib.
2. Uttrecht
Menurut
Uttrecht definisi hukum ialah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun
larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya
ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
3. Wiryono
Kusumo
Menurut
Wiryono Kusumo definisi hukum ialah keseluruhan peraturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan
terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Tujuan hukum menurut Wiryono
Kusumo adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban dalam
masyarakat.
Unsur-unsur
hukum :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat,
b. Peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa,
c. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi,
dan
d. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut
dikenakan sanksi yang tegas.
C. Pengertian Ekonomi
Menurut M.
Manulang, ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam
usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia
dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa).
D. Hukum Ekonom
Menurut
Suryati Hartono hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan
hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek :
1. Aspek
pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi.
2.
Aspek pengaturan usaha-usaha
pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan
masyarakat.
Hukum
ekonomi dibedakan menjadi dua :
1.
Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah yang meliputi
pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan
kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
2.
Hukum Ekonomi Sosial
Hukum Ekonomi Sosial adalah menyangkut pengaturan
pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional
secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia
Indonesia.
Menurut Rochmat Soemitro definisi hukum ekonomi ialah
sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa
sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan
ekonomi masyarakat yang saling berhadapan.
Menurut Sunaryati Hartono hukum ekonomi Indonesia
adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus
mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia.
Atas dasar itu, hukum ekonomi tersebar dalam pelbagai
peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila dan UUD 1945. Hukum
ekonomi menganut asas, sebagai berikut :
·
Asas keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan YME,
·
Asas manfaat,
·
Asas Demokrasi Pancasila,
·
Asas adil dan merata,
·
Asas keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan dalam perikehidupan,
·
Asas hukum,
·
Asas kemandirian,
·
Asas keuangan,
·
Asas ilmu pengetahuan,
·
Asas kebersamaan, kekeluargaan,
keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat.
·
Asas pembangunan ekonomi yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
·
Asas kemandirian yang berwawasan
kenegaraan.
BAB II
SUBJEK
DAN OBJEK HUKUM
A. Manusia Biasa
Manusia biasa (natuurlijke
persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu
menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut
pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak
tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke
persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum
kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum
telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai
berikut :
1.
Cakap melakukan perbuatan hukum
adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
2.
Tidak cakap melakukan perbuatan
hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian adalah :
3.
Orang-orang yang belum dewasa (belum
mencapai usia 21 tahun).
4.
Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele)
yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
5.
Orang wanita dalm perkawinan yang
berstatus sebagai istri.
B. Badan Hukum
Badan hukum
(rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon)
yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak
hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum
sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak
manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan
yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu
badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya. Misalnya
suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
1. Didirikan
dengan akta notaris.
2. Didaftarkan
di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
3. Dimintakan
pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan
khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan
Menteri Keuangan.
4.
Diumumkan dalam berita Negara
Republik Indonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
1.
Badan Hukum Publik (Publiek
Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut
kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan
demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh
yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional
oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu,
seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank
Indonesia dan Perusahaan Negara.
2.
Badan Hukum Privat (Privat Recths
Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang
menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian
badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk
tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas,
koperasi, yayasan, badan amal.
C. Objek Hukum
Objek hukum
menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang
berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan
dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi
obyek hak milik.
D. Hukum Benda
Berdasarkan
pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni
benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang
bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
1. Benda yang
bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca
indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
a. Benda
bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak
dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut :
·
Benda bergerak karena sifatnya,
menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya
meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
·
Benda bergerak karena ketentuan
undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda
bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda
bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham
perseroan terbatas.
b. Benda tidak
bergerak. Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
·
Benda tidak bergerak karena
sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya
pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·
Benda tidak bergerak karena
tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak,
tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang
merupakan benda pokok.
·
Benda tidak bergerak karena
ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak
bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak
pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak
bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
1.
Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda
bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari
barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.
Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2.
Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda
bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau
dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik
nama.
3.
Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda
bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama
dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk
benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4.
Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda
bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan
untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah
serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia
2.
Benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen)
adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat)
dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk
perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
E. Hak Kebendaan yang Bersifat Pelunasan Utang
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak
jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan
eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan
tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat
tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang
(perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur
secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang
perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang
meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
F. Macam-Macam Pelunasan Utang
Macam-macam
Pelunasan Hutang terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum
dan jaminan yang bersifat khusus :
1.
Jaminan Umum
Pelunasan
hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal1132
KUH Perdata.Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan
debitur baik yang adamaupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak
bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi
jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang
kepadanya.Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan
yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para
berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.Dalam hal ini benda
yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah
memenuhi persyaratan antara lain:
·
Benda tersebut bersifat ekonomis
(dapat dinilai dengan uang).
·
Benda tersebut dapat dipindah
tangankan haknya kepada pihak lain.
2.
Jaminan Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu
bagi pemegang gadai, hipotik,dll.
G. Gadai
Dalam pasal
1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas
suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain
atas namanyauntuk menjamin suatu hutang.Selain itu memberikan kewenangan kepada
kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barangtersebut lebih dahulu dari
kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barangdan biaya
yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu
didahulukan.
H. Hipotek
Hipotik
berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda
tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi
pelunasan suatu perhutangan(verbintenis).
I. Perbedaan Gadai dan Hipotek
Perbedaan
gadai dan hipotek dapat dilihat dari sifat dan objeknya.
Sifat-sifat
Gadai yakni :
·
Gadai adalah
untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
·
Gadai
bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok
yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar
hutangnya kembali.
·
Adanya sifat
kebendaan.
·
Syarat inbezitz
telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau
benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
·
Hak untuk
menjual atas kekuasaan sendiri.
·
Hak preferensi
(hak untuk di dahulukan).
·
Hak gadai tidak
dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan
di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas
seluruh bendanya.
Obyek
gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda
bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa
berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat
piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op
naam) serta hak paten.
Hak
pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung :
1.
Pemegang gadai
berhak untuk menjual benda yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri (eigenmachti
geverkoop). Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan
sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan
di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat
yang lazim berlaku.
2. Pemegang
gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah
dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai .
3. Pemegang
gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada
pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga).
4. Pemegang
gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang
lain.
5. Hak
untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka
hukumsupaya barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk
melunasi hutang dan biaya serta bunga.
6. Atas
izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Sifat-sifat
hipotik yakni :
·
Bersifat accesoir yakni
seperti halnya dengan gadai.
·
Mempunyai
sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik senantiasa
mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam
pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .
·
Lebih
didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference)
berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
·
Obyeknya
benda-benda tetap.
Obyek hipotik yakni :
Sebelum
dikeluarkan undang-undang No.4 tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak
bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996
tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya undang-undang HT maka
obyek hipotik hanya meliputi hal berikut :
1.
Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509 KUH perdata, pasal
314 ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran
sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya adalah
benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan
pasal 510 KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang,
gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri
terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak. Namun undang-undang No.21 tahun
1992 tentang pelayaran menyatakan kapal merupakan kendaraan air dari jenis
apapun kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah air, alat
apung dan bangunan air tetap dan terapung, sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang
mengatur bahwa kapal laut yang bermuatan minimal 20m³ isi kotor dapat di
bukukan di dalam suatu register kapal-kapal menurut ketentuan-ketentuan yang
akan di tetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.
2.
kapal terbang dan helikopter berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1992
tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda
tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter
dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.
BAB III
HUKUM PERIKATAN
A. Pengertian Perikatan
Hukum
perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu
pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Syarat sahnya perikatan yaitu :
a.
Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
b.
Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
c.
Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan.
d.
Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Macam-macam perikatan :
1.
Perikatan bersyaraT
2.
Perikatan yang digantungkan pada
suatu ketetapan waktU
3.
Perikatan yang membolehkan memilih
4.
Perikatan tanggung menanggung
5.
Perikatan yang dapat dibagi dan
tidak dapat dibagi
6.
Perikatan tentang penetapan hukuman
B. Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan
yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2.
Perikatan yang timbul dari
undang-undang
3. Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan (
Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
C. Asas-Asas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni
menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1. Asas Kebebasan
Berkontrak
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat
tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
·
Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
·
Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk
membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum,
yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
·
Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal
tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis,
jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban
tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para
pihak.
·
Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya
isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh
undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
D. Hapusnya Perikatan
Perikatan
itu bisa dihapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
1. Pembaharuan
utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang
menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul
perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2. Perjumpaan
utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara
hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang
masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi
apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang
antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa
diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan
perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3. Pembebasan
Utang
Pembebasan utang adalah perbuatan
hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya
dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja
diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa
pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur.
Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau cuma- cuma.
4. Pembayaran
Pembayaran
dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela. Dalam arrti yang
sangat luas, tidak saja pihak pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi
pihak penjualpun membayar jika ia menyerahkan barang yang dijualnya. Pembayaran
harus dilakukan kepada pihak kreditur atau kepada pihak yang dikuasakan olehnya
atau juga kepada seorang yang dikuasakan hakim atau oleh undang-undang untuk
menerima pembayaran bagi pihak kreditur
5. Penawaran Pembayaran Tunai
diikuti dengan Penyimpanan Penitipan
Ini adalah
suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila pihak kreditur menolak
pembayaran. Caranya sebagai berikut, barang atau uang yang akan dibayarkan itu
ditawarkan secara resmi oleh seorang notaries atau seorang juru sita
pengadilan. Setelah penawaran
pembayaran itu disahkan maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu,
disimpankan atau dititipkan kepada panitera Pengadilan Negeri dengan demikian
hapuslah hutang-piutang itu. Barang atau uang tersebut berada dalam simpanan di
kepaniteraan Pengadilan Negeri atas tanggungan atau resiko si berpiutang. Si
berhutang sudah bebas dari hutangnya. Segala biaya yang dikeluarkan untuk
menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh
si berhutang.
6. Percampuran
Hutang
Apabila kedudukan sebagai pihak
kreditur dan pihak debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi
hukum suatu percampuran hutang dengan mana hutang piutang itu dihapuskan.
Percampuran hutang yang terjadi pada pihak debitur utama berlaku juga untuk
keuntungan penanggung hutangnya sebaliknya percampuran yang terjadi pada
seorang penanggung hutang tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya hutang
pokok.
7. Musnahnya
Barang yang Terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi
obyek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, ataun hilang
sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka
hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang diluar kesalahan si
berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan juga meskipun debitur itu
lalai menyerahkan barang itu, ia pun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat
membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar
kekuasaannya dan bahwa barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama
meskipun sudah berada ditangan kreditur.
8. Pembatalan
Bidang
kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan. Disebut
batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang.
Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau
hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat
bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah
terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan,
maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi
hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang
membatalkan perbuatan tersebut. Sebelum ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku.
Contoh : A
seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan
rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B
belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat
mengajukan kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan.
Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika
terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum,
ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi
ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika
undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.
9. Berlakunya
Suatu Syarat Batal
Perikatan bersyarat itu adalah suatu
perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan
datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya
perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan
menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut. Dalam hal yang
pertama, perikatan dilahirkan hanya apabila peristiwa yang termasuk itu
terjadi. Dalam hal yang kedua suatu
perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir dibatalkan apabila
peristiwa yang termasuk itu terjadi. Perikatan semacam yang terakhir itu
dinamakan suatu perikatan dengan suatu syarat batal.
10. Lewatnya
waktu
Menurut pasal 1926 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, yang dinamakan “lewat waktu” adalah suatu upaya
untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua
macam lampau waktu, yaitu :
·
Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive prescription”
·
Lampau waktu untuk dibebaskan dari
suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan, disebut ”extinctive
prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya
dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”.
Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa
lebih singkat dan praktis.
E. MoU (Memorandum of Understanding)
Menurut pendapat Munir Faudi,
memorandum of understanding disebut juga dengan nota kesepakatan. Berdasarkan
pasal 1338 KUH ayat 1 KUH Perdata, diartikan bahwa apa pun yang dibuat sesuai
kesepakatan kedua belah pihak merupakan hukum yang berlaku baginya, sehingga
mengikat kedua belah pihak merupakan hukum yang berlaku baginya.
Tujuan
Memorandum of Understanding
Tujuan pembuatan Memorandum of Understanding
dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepada pihak yang bersepakat untuk
memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerjasama,
sehingga MOU dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan
sanksi-sanksi
Asas
kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan untuk :
·
Membuat atau tidak membuat perjanjian
·
Mengadakan perjanjian dengan siapapun
·
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
·
Menentukan bentuk perjanjian, tertulis atau lisan.
Asas
kebebasan berkontrak dibatasi oleh rambu-rambu hukum :
·
Harus memenuhi syarat sebagai kontrak
·
Tidak dilarang oleh undang-undang
·
Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
·
Harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Ciri-Ciri
Memorandum of Understanding :
a. isinya
ringkas, sering kali hanya satu halaman saja
b. berisikan
hal-hal yang pokok-pokok saja
c. hanya
bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih
rinci
d. mempunyai
jangka waktu berlakunya (1 bulan,6 bulan, setahun) jika dalam jangka waktu
tersebut tidak dilanjutkan penandatanganan maka perjanjian akan batal kecuali
diperpanjang oleh para pihak
e. dibuat dalam
bentuk perjanjian bawah tangan
f. tidak ada
kewajiban yang bersifat memaksa.
Alasan-Alasan
dibuat Memorandum Of Understanding :
a. Karena
prospek bisnis yang belum jelas.
b. Karena
dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot.
c. Karena
tiap-tiap pihak masih ragu dan perlu waktu dalam menandatangani kontrak.
d. MOU dibuat
dan ditandatangani oleh para eksekutif dari suatu perusahaan perlu suatu
perjanjian yang lebih rinci yang dirancang oleh staf yang berkaitan.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar